Pagi
ini cuaca begitu cerah, semuanya sempurna. Semua barangku sudah tersusun rapi
dalam tas ransel biru yang aku beli 2 bulan lalu. Tinggal menunggu mereka
datang menjemputku. Aku mengenyakkan diri di bangku depan ruang tamu kost.
Ruang yang pernah menjadi tempat favoritku untuk menunggu. Tempat yang dulu
selalu aku rindukan, sama seperti aku merindukan kehadirannya di sini. Tempat kami
biasa berbincang dulu. Ah, lagi lagi aku mengaitkan semuanya dengan dirinya.
Lagi lagi aku gagal melupakan dirinya.
“Nikaaaaaa. . . .Ayo berangkat!” Deg, sedikit kaget ketika teman teman memanggilku. Lagi lagi lamunanku tentangnya sudah terlalu dalam. Segera ku tepis semua kabut di otakku yang mencoba membentuk kembali memori masa lalu itu. Ku ambil ransel biru yang sedari tadi teronggok diam di atas meja. Kutatap sekali lagi ruang itu, ruang tamu sepi yang penuh dengan ingatan tentangnya. Selamat tinggal kenangan, selamat tinggal masa lalu. Aku akan pergi dan berusaha melupakan dirinya. Bukan karena aku tak mau mengejarnya, hanya saja aku tahu bahwa tak baik menginginkan orang yang sudah menjadi kekasih temanmu.
“Baiklah, kita akan berpencar menjadi 3 kelompok!”
“Rio, Dewa, Ayu di kelompok pertama! Aku, Nika, dan Armi di kelompok ke dua! Dan
sisanya masuk kelompok tiga!” Rian mulai memberi instruksi.
“Siaaaaaap!!!!” Jawab kami serentak.
“Berangkat!”
Bau
hutan yang begitu segar dan sejuk. Pohon pohon yang menjulang tinggi menggapai
langit. Hijau daun yang merayu mataku sepanjang perjalanan. Semuanya indah dan
begitu cantik. Perjalananku menaiki gunung kali ini memang berdasarkan sebuah
alasan konyol. Yah, alasan konyol itu memang tak membuatku menyesal karena bisa
membuatku berada di sini. Dikelillingi hutan dan semak semak hijau. Ahh,.
Setidaknya hijau dedaunan disini akan menyamarkan sedikit lebam biru di hatiku.
Setidaknya rapatnya hutan ini akan menyembunyikan hatiku yang pengecut. Oh
gunung yang menjulang, biarkan kususuri lekuk indah punggungmu seiring
mengelupasnya rasa sakit di hatiku atas semua penghianatan yang telah ku alami.
Huah, sial! Mereka cepat sekali!
Kakiku sepertinya mulai lelah, tapi aku tak bisa bilang pada mereka. Aku tak
mau memperlambat mereka dengan meminta mereka istirahat. Aku harus bertahan,
setidaknya sampai pos berikutnya.
“Nika, ada apa? Percepat langkahmu, kita harus meyusul yang
lain!”
“Aku tahu,….” Jawabku sedikit tergagap. Aku tak sadar Rian
ternyata mengamatiku sedari tadi.
“Apa kau lelah? Kita bisa beristirahat sejenak disini,
jangan paksakan dirimu.”
“Ti…tidak, itu tidak perlu. Aku tak apa!” Uh, dia pasti
sadar aku mulai kelelahan. Tapi aku tak mau memperlambat kelompok ini. Aku tak
mau menyusahkan mereka.
“Kau yakin? Mukamu terlihat pucat, istirahatlah! Jangan
sampai kau membuatku susah dengan menggendong tubuhmu yang pingsan!” ketusnya.
“Sial!!!! Apa apaan dia! Menyebalkan sekali….” Rutukku dalam
hati.
“Hey, ayo kita istirahat disini. Aku lelah dan haus! Aku tak
bisa berjalan lebih jauh lagi.” Jawab Armi seraya menatapku dingin.
“Oke, sepertinya kita memang harus istirahat disini. 10
menit dan kita lanjutkan perjalanan!” Lanjut Rian sambil menurunkan ransel di punggungnya.
Aku
sedikit terkejut dengan tatapan Armi, apa dia sengaja menolongku? Aku memang
tak cukup mengenalnya. Aku hanya tau dia mahasiswa semester akhir yang sangat
suka naik gunung. Sedangkan aku baru beberapa kali mencoba untuk naik gunung.
Dan ini pertama kalinya aku menaiki gunung setinggi ini. Apa dia tau kalau aku
tak cukup berpengalaman dengan medan seperti ini? Mungkin aku harus ber terima
kasih padanya nanti.
“Haaaaii, kalian lama sekali! Kami sudah tiba disini
setengah jam yang lalu.” Sambut Rio. Lima jam perjalanan dan akhirnya kami
sampai puncak. Di perjalanan tadi kami memang (terlalu) banyak beristirahat.
Entahlah hanya perasaanku atau memang Armi sengaja meminta kami untuk
beristirahat saat aku tengah kelelahan.
“Armi terus terusan minta istirahat di jalan, Dia merengek
seperti bayi dari tadi!” Cetus Rian seraya menatapku kesal. Uhhh.. aku merasa
sedikit bersalah padanya! Tapi ini memang pertama kalinya aku naik gunung
dengan medan seberat ini.
“Armi merengek minta istirahat? Apa tidak salah? Bukankah
dia yang paling jago diantara kita semua dalam urusan ini? Hahahaha…ada apa
denganmu Armi?” Sambung Dewa.
“Mungkin dia mulai tua, hahahahahahaha.” Kelakar Rio seraya
menepuk bahu Armi.
“Aku hanya berusaha membuat semua orang di kelompokku
menikmati perjalanan. Itu saja…” Jawab Armi santai.
Aku
terhenyak dengan jawaban Armi. Kupingku sedikit memerah mendengarnya. Entah apa
maksud kalimat yang barusan ia ucapkan, tapi aku merasa dia mengatakan hal itu
untukku. Aku masih ternganga ketika Armi kemudian menengok ke arahku dan
menatapku dingin. Uwaaaah…Aku tak sanggup menatap matanya terlalu lama. Ada
yang menusuk dari pandangan matanya. Lebih baik aku tak banyak berulah selama
perkemahan ini. Aku tak mau mengacaukan jadwal mereka. Aku harus fokus dan
kuat. Akan kunikmati perjalanan ini sebaik baiknya. Karena setelah ini, akan
kutinggal semua luka hatiku di sini. Dan aku akan menuruni gunung ini dengan
sebentuk hati baru yang lebih ikhlas.
to be continue...
--------------------------------------------------***------------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment