Showing posts with label Story. Show all posts
Showing posts with label Story. Show all posts

Monday, December 29, 2014

Don't Blame it on Me

Can't you see it?
I was manipulated by it
Too little to the dawn
I had no choice in this
I was a friend she missed
She needed me to talk

So blame it on the night
Don't blame it on me
Don't blame it on me

Blame it on the night
Don't blame it on me
Don't blame it on me

Oh I'm so sorry, so sorry baby
Yeah, I got defense
Oh I promise
I'll be better this time
I will be better this time

Don't blame it on me
Don't blame it on me


"Blame" by Calvin Harris ft. John Newman

Untuk beberapa alasan, spesies kalian memang memiliki insting untuk selalu melindungi yang lemah. Khususnya untuk yang berlainan jenis dengan kalian. Memang tidak bisa disalahkan apabila hanya itu alasannya. 

Tapi terkadang kalian tak sadar bahwa sebenarnya bagi kaum kami, perhatian semacam itu merupakan hal yang sangat spesial. Sesuai dengan sifat dasar kami - para wanita, kaum naga dan para ratu dunia - yang angkuh dan arogan. Kami akan selalu menganggap diri kami spesial dan tidak untuk dibandingkan.


Maka maafkanlah kami yang tak suka pabila kedudukan kami sebagai Pusat Dunia kalian tergantikan dengan yang lain. Bukankah seorang Raja hanya memiliki seorang Ratu saja? Perlakukanlah kami sebagaimana kalian ingin diperlakukan. Raja memang memerintah seluruh negeri, tapi Ratu-lah yang memiliki hati seluruh negeri.

Wednesday, November 26, 2014

"Memberikan Rasa Kebersamaan dan Berbagi"

Akhir akhir ini  sedikit sibuk dengan kegiatan yang tak ada habisnya. Mulai bosan dengan rutinitas yang sama setiap harinya walau thanks God sekarang  mulai bisa bersantai. Well well, sebentar lagi kan natal. Paling enggak sanggup deh kalo harus tetap sibuk kerja sementara natal semakin dekat. Wajar kan menghabiskan momen spesial natal bersama keluarga.

Anak anak kecil biasanya duduk di karpet dekat pohon natal. Para orang tua (om dan tante, of course) sibuk ngobrol di sofa besar ruang tamu. Beberapa sisanya (termasuk aku) sibuk mondar mandir ke pantry menyiapkan minum atau mengisi toples toples yang mulai kosong. Sedikit menyebalkan memang, tapi aku menikmatinya. Well, cukup sampai disitu memori natal yang indah sebelum aku mulai hyperactive karena semangat natal yang at least masih 1 bulan lagi. Menyenangkan saat mengingat keluarga kami yang hangat.

Hey, bagaimana dengan orang orang di luar sana yang hidup sendirian? Bukankah banyak orang orang yang hidup sendirian tanpa keluarganya. Bukan tentang keluarga mereka yang ada di luar kota. Ini tentang mereka yang "benar benar sendiri". Para homeless, dan poor people yang menggelandang hidup di jalan. Dengan siapa mereka menikmati Natal? Aku sedikit khawatir dengan mereka.

Beberapa orang di luar sana dengan luar biasanya melakukan hal hal seperti ini dan membahagiakan banyak orang. Couple invites homeless man to Thanksgiving

Saat aku memiliki keluarga kecilku sendiri nanti, aku akan melakukan hal itu. Mengundang beberapa dari mereka untuk bisa merayakan natal bersama kami di rumah. Mengundang mereka untuk makan bersama di hari natal dan membuat beberapa kado kecil untuk mereka bukan ide yang buruk. Sepertinya akan menyenangkan sekali.

Baiklah, hari ini aku akan membuat satu janji dalam hidupku.
"Kelak ketika aku telah memiliki rumah dan keluarga kecilku sendiri, aku akan mengundang beberapa orang yang kurang beruntung untuk merayakan natal bersama."
Bukankah sebuah doa dan janji yang baik akan selalu di dengar Tuhan? :D

Thursday, November 13, 2014

Sudut Pandang mengagumkan Seorang Bocah!

Sebagai orang dewasa yang konon katanya lebih banyak makan asam garam dunia, tentu pandangan seorang bocah bukanlah hal yang istimewa. Kata bocah sering digunakan untuk memanggil seseorang yang terlihat lugu dan polos. Tapi bagaimanakah apabila sebuah kesadaran muncul dari kepolosan seorang bocah?
Seperti kisah berikut ini,

Satu hari, seorang ayah yang berasal dari keluarga kaya membawa anaknya dalam satu perjalanan keliling negeri dengan tujuan memperlihatkan pada si anak bagaimana miskinnya kehidupan orang-orang disekitarnya. Mereka lalu menghabiskan beberapa hari di sebuah rumah pertanian yang dianggap si ayah dimiliki keluarga yang amat miskin.

Setelah kembali dari perjalanan mereka, si ayah menanyai anaknya :

“Bagaimana perjalanannya nak?”.

“Perjalanan yang hebat, Ayah”.

“Sudahkah kamu melihat betapa miskinnya orang-orang hidup?” Si Ayah bertanya.

“Oh,tentu saja.” jawab si anak.

“Sekarang ceritakan, apa yang kamu pelajari dari perjalanan itu,” kata si
Ayah. 

Si anak menjawab :

"Aku melihat bahwa kita punya satu anjing, tapi mereka punya empat anjing.

Kita punya kolam renang yang panjangnya sampai pertengahan taman kita, tapi mereka punya anak sungai yang tidak ada ujungnya.

Kita mendatangkan lampu-lampu untuk taman kita, tapi mereka memiliki cahaya bintang di malam hari.

Teras tempat kita duduk-duduk membentang hingga halaman depan, sedang teras mereka adalah horizon yang luas.

Kita punya tanah sempit untuk tinggal, tapi mereka punya ladang sejauh mata memandang.

kumpulan kisah inspirasi terbaik

Kita punya pembantu yang melayani kita, tapi mereka melayani satu sama lain.


Kita membeli untuk makanan kita, tapi mereka menumbuhkan makanan mereka sendiri.


Kita punya tembok disekeliling rumah untuk melindungi kita, sedangkan mereka punya teman-teman untuk melindungi mereka."


Ayah si anak hanya bisa bungkam.


Lalu si anak menambahkan kata-katanya : “Ayah, terima kasih sudah menunjukkan betapa MISKIN-nya kita”.

Tuesday, September 16, 2014

"Suspended Coffees" ~ Inspiring Stories

        Seperti biasa, sudut nyaman sebuah kafe jadi tempat favorit menghabiskan waktu. Di luar sedang hujan lebat dan sepertinya akan berlangsung cukup lama. Well, aku tidak terlalu mempedulikan itu. Lagi pula aku berencana untuk stay sedikit lama disini.

        Sedikit dingin ini akan hilang dengan secangkir Hot Chocolatte Drip yang sudah kupesan. Kupandangi lukisan yang ada di dinding itu. Abstrak dan sedikit membingungkan. Hiasan yang cukup manis untuk dinding berwarna krem itu.

        Ah, ini dia minumanku datang. Anggukan ramahku cukup ampuh mengusir sang pelayan yang sepertinya mulai hafal dengan kebiasaanku datang ke kafe ini. Dia akan cukup baik membiarkanku berlama lama di sudut ini bila ia melihatku membawa buku atau tas jinjing notebook ku. Karena itu kadang aku memberikan tip padanya saat dia mengantarkan bill minumanku.

       Hangat, manis dan nyaman membuatku tersenyum tanpa sadar. Apa yang lebih menyenangkan bagi seorang lonewolf sepertiku. Hari ini kafe tampak sedikit sepi, hanya nampak sepasang kekasih yang asyik berbincang di ujung sana. Seteguk rasa hangat mencair di kerongkonganku ketika aku mulai membaca beberapa artikel di sebuah blog.

      Tutorial make up? No. Kisah anak yang tertukar? No. Bagaimana cara mendapatkan pacar tampan? BIG NO. Well, artikel yang terakhir itu cukup membuatku tersedak. Ayolah, aku tak se "desperate" itu untuk terpancing membaca artikel semacam itu. Aku hampir menutup tab tentang artikel bodoh itu (oke, ku akui aku memang sedikit membacanya) ketika mataku terpaut pada kalimat "Suspended Coffees". Kalimat itu mengundang keingintahuanku dan aku menjawab perasaan itu sambil membacanya.

"Saya memasuki sebuah kedai kopi kecil bersama seorang teman dan memesan kopi. Ketika kami sedang menuju ke meja, ada dua orang yang datang dan menghampiri counter: ‘Kami pesan lima kopi, dua untuk kami dan tiganya “ditangguhkan (suspended)". Mereka membayar pesanan mereka, mengambil hanya dua gelas saja kemudian pergi.


Saya bertanya kepada teman saya: "Apa itu suspended coffees ?" Teman saya tersenyum dan berkata: "Tunggu dan kamu akan lihat."


Beberapa orang lagi masuk. Dua gadis memesan masing-masing satu kopi, membayar dan pergi. Pesanan berikutnya adalah tujuh kopi yang dipesan oleh tiga orang pengacara - tiga untuk mereka dan empat 'ditangguhkan’.

Terus terang saya masih bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan transaksi -kopi ditangguhkan- tadi. Sementara saya menikmati cuaca cerah dan pemandangan yang indah ke arah taman di depan kafe, tiba-tiba seorang pria berpakaian lusuh yang tampak seperti seorang pengemis masuk melalui pintu dan bertanya dengan sopan kepada pelayan “apakah Anda memiliki ‘kopi ditangguhkan’? “. Sang pelayan tersenyum lembut sembari memberikan segelas kopi hangat kepada pria itu.

Ini sederhana saja - Seseorang akan membayar di muka pesanan kopinya kemudian diniatkan untuk membantu orang yang tidak mampu membeli minuman hangat. Yang kemudian di sebut sebagai Suspended Coffees. Tradisi kopi ditangguhkan ini dimulai di Naples, dan sekarang telah menyebar ke seluruh dunia bahkan di beberapa tempat. Anda dapat memesan tidak hanya kopi untuk ditangguhkan, tetapi juga sandwich atau makanan.


Alangkah indahnya, bila pemilik kedai kopi atau toko di setiap kota melakukan hal ini sehingga mereka yang kurang beruntung dapat menemukan harapan dan dukungan. Jika Anda adalah pemilik bisnis coba tawarkan hal ini kepada konsumen Anda…, kami yakin banyak diantara mereka yang mendukung dan menyukainya.
 "

       Tanpa sadar aku menatap ke luar jendela dan mulai menangkap beberapa gambaran seperti "pria tua" yang ada di artikel itu. Ah, mataku sedikit mengembun. Mendadak saja hatiku dipenuhi perasaan hangat yang menjalar. Aku bahkan lupa menutup notebook ku ketika akhirnya aku memutuskan sedikit berlari ke arah bar dan memesan beberapa kopi. :)

      

Thursday, August 21, 2014

“Di Batas Ambang Garis Awan”

               Pagi ini cuaca begitu cerah, semuanya sempurna. Semua barangku sudah tersusun rapi dalam tas ransel biru yang aku beli 2 bulan lalu. Tinggal menunggu mereka datang menjemputku. Aku mengenyakkan diri di bangku depan ruang tamu kost. Ruang yang pernah menjadi tempat favoritku untuk menunggu. Tempat yang dulu selalu aku rindukan, sama seperti aku merindukan kehadirannya di sini. Tempat kami biasa berbincang dulu. Ah, lagi lagi aku mengaitkan semuanya dengan dirinya. Lagi lagi aku gagal melupakan dirinya. 

                “Nikaaaaaa. . . .Ayo berangkat!” Deg, sedikit kaget ketika teman teman memanggilku. Lagi lagi lamunanku tentangnya sudah terlalu dalam. Segera ku tepis semua kabut di otakku yang mencoba membentuk kembali memori masa lalu itu. Ku ambil ransel biru yang sedari tadi teronggok diam di atas meja. Kutatap sekali lagi ruang itu, ruang tamu sepi yang penuh dengan ingatan tentangnya. Selamat tinggal kenangan, selamat tinggal masa lalu. Aku akan pergi dan berusaha melupakan dirinya. Bukan karena aku tak mau mengejarnya, hanya saja aku tahu bahwa tak baik menginginkan orang yang sudah menjadi kekasih temanmu.