Akhir akhir ini sedikit sibuk dengan kegiatan yang tak ada habisnya. Mulai bosan dengan rutinitas yang sama setiap harinya walau thanks God sekarang mulai bisa bersantai. Well well, sebentar lagi kan natal. Paling enggak sanggup deh kalo harus tetap sibuk kerja sementara natal semakin dekat. Wajar kan menghabiskan momen spesial natal bersama keluarga.
Anak anak kecil biasanya duduk di karpet dekat pohon natal. Para orang tua (om dan tante, of course) sibuk ngobrol di sofa besar ruang tamu. Beberapa sisanya (termasuk aku) sibuk mondar mandir ke pantry menyiapkan minum atau mengisi toples toples yang mulai kosong. Sedikit menyebalkan memang, tapi aku menikmatinya. Well, cukup sampai disitu memori natal yang indah sebelum aku mulai hyperactive karena semangat natal yang at least masih 1 bulan lagi. Menyenangkan saat mengingat keluarga kami yang hangat.
Hey, bagaimana dengan orang orang di luar sana yang hidup sendirian? Bukankah banyak orang orang yang hidup sendirian tanpa keluarganya. Bukan tentang keluarga mereka yang ada di luar kota. Ini tentang mereka yang "benar benar sendiri". Para homeless, dan poor people yang menggelandang hidup di jalan. Dengan siapa mereka menikmati Natal? Aku sedikit khawatir dengan mereka.
Beberapa orang di luar sana dengan luar biasanya melakukan hal hal seperti ini dan membahagiakan banyak orang. Couple invites homeless man to Thanksgiving
Saat aku memiliki keluarga kecilku sendiri nanti, aku akan melakukan hal itu. Mengundang beberapa dari mereka untuk bisa merayakan natal bersama kami di rumah. Mengundang mereka untuk makan bersama di hari natal dan membuat beberapa kado kecil untuk mereka bukan ide yang buruk. Sepertinya akan menyenangkan sekali.
Baiklah, hari ini aku akan membuat satu janji dalam hidupku.
"Kelak ketika aku telah memiliki rumah dan keluarga kecilku sendiri, aku akan mengundang beberapa orang yang kurang beruntung untuk merayakan natal bersama."
Bukankah sebuah doa dan janji yang baik akan selalu di dengar Tuhan? :D
Wednesday, November 26, 2014
Thursday, November 13, 2014
Sudut Pandang mengagumkan Seorang Bocah!
Sebagai orang dewasa yang konon katanya lebih banyak makan asam garam dunia, tentu pandangan seorang bocah bukanlah hal yang istimewa. Kata bocah sering digunakan untuk memanggil seseorang yang terlihat lugu dan polos. Tapi bagaimanakah apabila sebuah kesadaran muncul dari kepolosan seorang bocah?
Seperti kisah berikut ini,
Satu hari, seorang ayah yang berasal dari keluarga kaya membawa anaknya
dalam satu perjalanan keliling negeri dengan tujuan memperlihatkan pada
si anak bagaimana miskinnya kehidupan orang-orang disekitarnya. Mereka
lalu menghabiskan beberapa hari di sebuah rumah pertanian yang dianggap
si ayah dimiliki keluarga yang amat miskin.
Si anak menjawab :
Seperti kisah berikut ini,
Satu hari, seorang ayah yang berasal dari keluarga kaya membawa anaknya
dalam satu perjalanan keliling negeri dengan tujuan memperlihatkan pada
si anak bagaimana miskinnya kehidupan orang-orang disekitarnya. Mereka
lalu menghabiskan beberapa hari di sebuah rumah pertanian yang dianggap
si ayah dimiliki keluarga yang amat miskin.
Setelah kembali dari perjalanan mereka, si ayah menanyai anaknya :
“Bagaimana perjalanannya nak?”.
“Perjalanan yang hebat, Ayah”.
“Sudahkah kamu melihat betapa miskinnya orang-orang hidup?” Si Ayah bertanya.
“Oh,tentu saja.” jawab si anak.
“Sekarang ceritakan, apa yang kamu pelajari dari perjalanan itu,” kata si Ayah.
Si anak menjawab :
"Aku melihat bahwa kita punya satu anjing, tapi mereka punya empat anjing.
Kita punya kolam renang yang panjangnya sampai pertengahan taman kita, tapi mereka punya anak sungai yang tidak ada ujungnya.
Kita mendatangkan lampu-lampu untuk taman kita, tapi mereka memiliki cahaya bintang di malam hari.
Teras tempat kita duduk-duduk membentang hingga halaman depan, sedang teras mereka adalah horizon yang luas.
Kita punya tanah sempit untuk tinggal, tapi mereka punya ladang sejauh mata memandang.
Kita punya pembantu yang melayani kita, tapi mereka melayani satu sama lain.
Kita membeli untuk makanan kita, tapi mereka menumbuhkan makanan mereka sendiri.
Kita punya tembok disekeliling rumah untuk melindungi kita, sedangkan mereka punya teman-teman untuk melindungi mereka."
Ayah si anak hanya bisa bungkam.
Lalu si anak menambahkan kata-katanya : “Ayah, terima kasih sudah menunjukkan betapa MISKIN-nya kita”.
Subscribe to:
Posts (Atom)